Otoriter, Ngotot, Kepala Batu, Korupsi dan Hancur

0
87
Kadek Brahma Shiro Wididana, SE., MM. Staf Ahli Pemasaran PT. karya Pak Oles Tokcer.

Oleh: Kadek Brahma Shiro Wididana, SE., MM.
Menurut kamus Bahasa Indonesia, ngotot artinya memaksakan kehendak dengan menggunakan otot, atau usaha memaksakan kehendak atau pendapat yang harus dipaksakan sampai mau bertengkar.

Istilah kepala batu sama dengan keras kepala. Artinya tidak mau mendengar dan mempertimbangkan nasihat orang lain, selalu melihat kebenaran dari sisinya sendiri dan orang lain pasti salah.

Dalam bidang manajemen, ngotot dan kepala batu harus segera dibuang jauh karena dapat menghancurkan, atau merusak sistem, sehingga dapat menimbulkan akibat – akibat yang fatal, kerugian dan kebangkrutan. Mengapa demikian? Karena logika atau rasional berpikir untuk mencapai tujuan berupa keuntungan material atau spiritual mendapatkan urutan yang terakhir.

Contoh yang paling menonjol tentang ngotot dan kepala batu dapat kita ambil dari sebuah manajemen yang otoriter. Karena kekuasaan yang sangat penuh dalam mengambil keputusan yang seharusnya dapat dipertimbangkan melalui berbagai masukan dan pertimbangan dari tenaga ahli, informan dari luar sistem, orang kepercayaan dan orang netral.

Dalam perusahaan atau organisai, manajemen otoriter tidak memperdulikan sistem yang sudah terbentuk, sehingga hak – hak tertinggi untuk mengambil keputusan digunakan bebas oleh bosnya, peraturan yang sudah dibentuk juga dilanggar karena dianggap birokratis dan bertele – tele.

Manajemen otoriter dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, selama kekuasaan tak terbatas diterapkan tanpa kendali. Misalnya perusahaan keluarga, perusahaan kecil – menengah, perusahaan nasional dan multi nasional, koperasi, yayasan, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan partai.

Gejala manajemen otoriter adalah kaku, ngotot, dan kepala batu, kurang komunikasi dari bawah ke atas, komunikasi hanya dari atas ke bawah, visi yang lemah dan sempit, atau visi yang terlalu luas dan lebar, pemimpin tingkat bawah dan menengah selalu minta pertimbangan ke pimpinan tingkat atas, bahkan cendrung melempar tanggung jawab ke atas, dan selalu memunculkan konflik ke tingkat manajer menengah, karena kecemburuan akan tugas dan tanggung jawab, kedekatan dan kesejahteraan.

Manajemen otoriter terjadi karena arogansi kebesaran, keuntungan, kekuasaan, keberhasilan, kemenangan dan kemewahan. Arogansi artinya kesombongan, karena sombonglah kehancuran mengintip.

Bagaimana caranya agar pelaku manajemen terhindar dari penyakit manajemen otoriter? Pertama, manajer harus tidak eksklusif (susah ditemui atau enggan menemui bawahan). Kedua manajer harus mempunyai penasihat yang berpengalaman dibidangnya, independen, professional, berwawasan luas dan bisa menjadi pembela atau penyelamat ketegangan atau mampu membela kepentingan kelompok karyawan atau anggota masyarakat bawah dan atas.

Ketiga manajer harus mampu menyerap aspirasi karyawan, anggota atau masyarakat yang selanjutnya diperjuangkan untuk mencapai tujuan manajemen. Jika manajemen otoriter dilakukan berkepanjangan, maka perusahaan atau organisasi siap –siaplah berakhir dengan kebangkrutan, karena konflik ketegangan dan stres yang dihasilkan.

*) Staf Ahli Pemasaran PT Karya Pak Oles Tokcer

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini