Prospek Cerah Peternakan Sapi Organik Sentuhan Teknologi EM

0
176
Sejumlah sapi pedaging yang dikembangkan Mr. Wo diterapkan secara organik menggunakan teknologi EM4.

Oleh: Putu Wirnata
Sosok pria enerjik yang begitu ramah menyambut tamu yang baru dikenalnya adalah seorang pekerja keras, meskipun telah menampung sejumlah tenaga kerja, yang kesehariannya bergelut dalam usaha toko dan distributor juga mencoba pengembangan ternak sapi organik yang jumlahnya mencapai 13 ekor ditampung dalam kandang pernamen.

Kandang ternak itu dirancang sedemikian rupa yang nantinya mampu memelihara hingga 50 ekor ternak sapi di atas hamparan lahan yang cukup luas, sehingga lokasi itu terkesan rapi, asri dan lingkungan yang nyaman terhindar dari bau yang menyengat yang umumnya dialami pada kandang sapi.

Itulah peternakan sapi organik sentuhan teknologi Effective Microorganisme (EM) produksi PT. Songgolangit Persada yang digeluti Sujarwo (54) yang akrab disapa Mr. Wo, dari Dusun Kaliwungu, Desa Kedungwungu, Kecamatan Tegal Delima, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Sosok Sujarwo yang dikenal masyarakat lingkungannya sebagai Pemilik PT. Tunas Abadi Indoarto mengembangkan belasan ekor sapi pedaging jenis Limousin, Simmental dan Brahman Cross (BX) pertumbuhannya cukup pesat dan sehat, karena pertambahan berat badannya rata-rata 1,5 kg/hari.

Pengembangan ternak sapi organik memanfaatkan EM4 peternakan produksi PT Songgolangit Persada yang merupakan satu-satunya di Indonesia agen tunggal yang mendapat lisensi dari EM Research Organization (EMRO) Jepang.

Penggunaan EM4 peternakan yang dilayani petugas pemasaran yang mendatangkan dari pabrik unit Bengkel, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Bali itu senantiasa dicampurnkan untuk minuman ternak sapi piaraan maupun disiramkan pada rumput dan hijauan pakan ternak sebelum diberikan kepada sapi yang yang digemukannya itu.

EM juga dicampur dengan air untuk memandikan ternak sapinya, menyiram kandang maupun menyiram tumpukan kotoran sapi yang dikumpulan di suatu tempat sehingga kandang dan lingkungan sekitarnya bersih, tidak menimbulkan bau dan pencemaran lingkungan.

Terhindar dari PMK
Sujarwo saat ditemui tim Youtube EM PT Songgolangit Persada menuturkan, pengalaman menggunakan EM4 peternakan untuk berbagai kepentingan dalam memelihara ternak selama ini, menunjukkan semua ternak sapi piharaannya menjadi rakus makan sehingga cepat gemuk, berat badannya bertambah.

Selain itu semua sapi menjadi jinak, kulitnya bersih mengkilap dan sehat terhindari dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang belakangan ini pernah menyerang sejumlah ternak sapi di beberapa daerah di Indonesia.

PT. Songgolangit Persada salah salu devisi PT. Karya Pak Oles Tokcer memang ikut ambil bagian dalam menanggulangi PMK di Kabupaten Buleleng, daerah pesisir utara Pulau Bali dengan menyerahkan bantuan Minyak Rajas dan EM4 Peternakan.

EM4 peternakan mempunyai manfaat untuk mencegah bau tidak sedap pada kandang dan tempat pembuangan kotoran ternak, mengurangi jumlah lalat dan serangga ternak, memperbaiki kesehatan ternak, mengurangi ketegangan ternak, memperbaiki mutu daging ternak, memperbaiki kesuburan ternak, mengurngi jumlah kematian ternak. memperbaiki mutu daging ternak dan kesuburan ternak.

Sedangkan Minyak Rajas, minyak herbal untuk hewan dapat mengobati penyakit kulit pada hewan, membantu mengobati luka lama/luka baru serta membantu menguatkan otot ayam aduan.

Surjawo mempunyai keyakinan dan optimisme pengembangan ternak sapi organik yang digelutinya mempunyai prospek cerah, sekaligus berperanserta dalam membantu pemerintah mensuplai kebutuhan daging sapi yang cendrung semakin meningkat terutama pada bulan puasa Idul Fitri.

Pengembangan ternak sapi pedaging jenis Limousin, Simmental dan Brahman Cross (BX), sangat cocok dengan iklim dan kondisi di Jawa dan daerah lainnya di Indonesia, kecuali di Bali, karena di Pulau Dewata itu hanya khusus boleh mengembangkan sapi bali, salah satu plasma nutfat atau sumber daya genetik hewan yang mempunyai potensi sebagai sapi potong yang dapat diandalkan dan menjadi kebanggaan serta ikon sapi nasional.

Mr. Wo mengaku, membeli bibit sapi untuk ketiga jenis sapi yang digemukkan itu bervriasi antara Rp17 juta hingga Rp 20 juta per ekor. Ke-13 ekor sapi peliharannya dengan menggunakan teknologi EM baru dipeliharanya selama lima bulan dengan berat rata-rata 650 kg/ekor atau rata-rata pertambahan berat badan 1,5 kg/hari setiap ekornya.

Upaya mengembangkan peternakan sapi organik dengan sentuhan teknologi EM, penghasilannya dinilai sangat lumayan, karena mampu mendongkrak ekonomi keluarga petani.

Mr. Wo yang memiliki lahan perkebunan seluas 15 hektar sehingga tidak kesulitan mencari rumput dan bahan pakan hijauan ternak lainnya telah menerapkan silase dari hijauan yang difermentasi dengan EM4, kemudian disimpan dalam bak berukuran 5×8 meter menjadi dua bagian.

“Bank pakan ini penting sekali, jadi sebelum saya membeli sapi, sudah menyiapkan silase yang terbuat dari tanaman sorgum, jagung, rumput pakchong, yang di coper dan selanjutnya difermentasi dengan produk EM4,” tutur Mr. Wo.

Ia juga mengaku bersyukur ternak sapi peliharannya tumbuh sehat dan terhindar dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang meresahkan dan merugikan kalangan peternak belakangan ini.

Setiap pagi semua kaki ternaknya disemprot dengan EM4 agar terhindar dari jamur dan bakteri. Kebersihan kandang dan ternak juga menjadi perhatian yang serius,” tutur ayah dari tiga putra itu yang juga mengelola sebuah toko yang menjual bahan bangunan.
Produk Organik Populer

Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Prof. Dr. Ir. Ni Nyoman Suryani, MSi mengungkapkan produk berlabel organik semakin popular dan diburu, bahkan sudah banyak produk pertanian organik yang beredar seperti beras, sayuran, daging ayam bahkan sampai kosmetik.

Demikian pula mulai muncul daging sapi organik. Bahan-bahan yang berlabel organik walaupun cenderung lebih mahal, namun tetap diburu oleh mereka yang berkantong tebal dan mempercayai bahwa produk organik itu adalah sehat dan terjamin keamanannya.

Masyarakat mulai menyadari bahaya dan dampak negatif yang ditimbulkan dari pemakaian bahan kimia sintesis dalam bidang pertanian, karena konsumen sudah bijak memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan.

Produk pertanian dan peternakan yang mengandalkan penggunaan bahan kimia non alami, seperti pupuk anorganik, pestisida kimia sintesis dan hormone pertumbuhan secara perlahan-lahan mulai ditinggalkan.

Pola hidup sehat “back to nature” semakin mendominasi. Produk organik dapat diproduksi dengan cara yang dikenal sebagai pertanian organik. Produk organik adalah hasil tanaman/ternak yang diproduksi melalui praktek-praktek pertanian yang secara ekologi, sosial ekonomi berkelanjutan, dan mutunya baik, nilai gizi dan keamanan terjamin.

Daging sapi organik termasuk dalam produk organik. Pedoman utama produksi organik adalah dengan menggunakan bahan dan praktik yang meningkatkan keseimbangan ekologi dari sistem alam dan yang mengintegrasikan bagian-bagian dari sistem pertanian ke dalam satu kesatuan ekologi.

Pertumbuhan permintaan bahan makanan organik di dunia terus meningkat dari tahun ke tahun, termasuk di Indonesia. Pertumbuhannya mencapai 15-20 persen karena didorong peningkatan daya beli masyarakat, tutur Prof Suryani, sosok ibu dari seorang putra dan putri.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini