Termotivasi Teman Kembangkan Keladi, Hasil Menjanjikan

0
154
Ketut Adi Mertawan menunjukan tanaman keladi tumbuh subur dikembangkan secara organik dengan sentuhan EM4 dan memiliki prospek bisnis yang sangat menjanjikan.

Ketut Adi Mertawan (48) seorang petani di Dusun Pesut Kartiasa, Desa Pegadungan, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng termotivasi menanam keladi (talas) karena melihat sejumlah petani sekitar yang berhasil mendatangkan cuan hasil budidaya keladi.

Suami dari Ni Kadek Sudartini (44) mengatakan, saat ini sedang mencoba mengembangkan tiga varian keladi diantaranya keladi Pratama 2 Berlian, keladi Gambir dan keladi Jepang di atas lahan seluas 25 are. Saat ini tanaman keladi yang dibudidayakannya telah berumur 5 bulan.

“Kebetulan di lahan garapan saya ada tempat kosong dan saya coba tanam keladi, lahannya sangat cocok melihat pertumbuhaanya sangat baik,” ujar ayah 4 orang anak ini. Ketut Adi yang menanam durian di ladangnya setiap ada celah kosong disisi tanaman keladi dan tumbuh subur.

Dalam perawatan tanaman keladi, Ketut Adi memanfaatkan kotoran ternak sapi yang dicampur serasah atau limbah organik yang ada di ladangnya difermentasi menggunkann produk EM4 sebagai pupuk bokashi. Hasilnya tanaman keladi tumbuh subur, tinggi dan umbinya besar.

“Tanaman keladi yang saya budidayakan baru berumur 5 bulan dan sebulan lagi sebernarnya sudah bisa dipanen. Namun untuk mendapatkan hasil atau umbi yang lebih besar sebaiknya dipanen di umur 8-9 bulan,” ujar Adi.

Adi menambahkan, bibit keladi ia peroleh dari temannya yang telah lebih dulu mengembangkan keladi dan telah menikmati hasil yang sangat menjanjikan. Per pohon ia beli dengan harga Rp 2.500 untuk semua varian. Menariknya, tanaman keladi tersebut memiliki umbi yang teksturnya lembut, tidak berserat dan rasanya lezat.

“Sekarang di desa saya hampir semua petani mencoba membudidayakan tanaman keladi, karena selain bisa dikonsumsi sendiri harga dipasaran sangat bagus per kilogram mencapai Rp. 15.000. Selain itu menjualnya juga mudah karena ada pengepul yang langsung datang ke lahan petani,” jelas Adi.

Gusti Nyoman Sila (52) adalah salah satu petani di Dusun Kartiasa, Desa Pegadungan yang telah sukses mengembangkan tanaman keladi diatas lahan seluas 76 are sejak tahun 2000 atau dua silam. “Saya tertarik membudidayakan talas jenis ini karena dari segi perawatan tidak terlalu sulit, tahan penyakit dan tidak terlalu boros dengan air. Hasil dari umbi keladi tersebut sangat menjanjikan,” ujar Suami dari Jro Rukmini (52).

Gusti Sila yang pernah menjadi seorang marketing buku pelajaran sekolah sejak tahun 1989 sampai 2014 ini menambahkan, membudidayakan tanaman talas secara organik dengan membuat pupuk organik sendiri dari bahan kotoran ternak sapi yang dicampur dengan serasah dari limbah sawah difermentasi dengan produk EM4.

“Budidaya secara organik memang lebih menguntungkan, dimana pertumbuhan tanaman keladi cukup bagus, umbi yang dihasilkan cukup besar, tidak berserat serta keladi yang habis dipanen bisa disimpan hingga satu bulan, kalau menggunakan non organik bisa bertahan hanya seminggu,” jelas bapak yang anak pertamanya kini bekerja di Rumah Sakit Kertha Usada Singaraja.

Pasca panen umbi keladi Gusti Sila tidak pernah sulit dalam pemasaran, selalu habis dilahan tidak sampai jual ke pasar, karena sudah ada pelanggan tetap. Dimana dalam satu pohon keladi yang dipanen pada usia maksimal 10 bulan bisa menghasilkan berat gingga 7-8 kg. Dan per satu kilogram bisa mencapai harga Rp. 15.000. https://linktr.ee/em4 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini