Staf Ahli PT Songgolangit Persada (SLP), Ir. I Gusti Ketut Riksa menegaskan, tanah yang subur mengandung 500 kilogram mikroba (setengah ton mikroba) dan tidak kurang dari satu ton cacing setiap satu are atau setiap 100 meter persegi yang menghasilkan bekas media pemeliharaan cacing tanah (kascing) untuk menjaga dan memelihara kesuburan tanah, sehingga ketika tanah tersebut ditanami palawija mampu menghasilkan bahan pangan yang sehat.
“Microba dan cacing, keduanya memberikan kesuburan terhadap lahan pertanian. Hanya tanah yang sehat dapat menumbuhkan tanaman yang sehat dan tanaman yang sehat dapat memberikan kesehatan terhadap manusia dan hewan. Artinya dengan pertanian kimia kesehatan manusia dan hewan semakin lama semakin terpuruk,” ujar I Gusti Ketut Riksa yang juga instuktur Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) Bali di Desa Bengkel, Buleleng.
PT SLP dibangun oleh Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr merupakan agen tunggal yang satu-satunya di Indonesia mendapat lisensi dari Effective Microorganisms Research Organization (EMRO) Jepang untuk memproduksi dan memasarkan EM4 pertanian, EM4 peternakan, EM4 perikanan dan EM4 limbah ke seluruh daerah di nusantara.
Teknologi EM produknya di Indonesia adalah Effective Microorganisms 4 (EM4) yang terdiri atas EM4 pertanian, EM4 peternakan, EM4 perikanan, EM4 pengolahan limbah, sementara secara internasional produknya bernama EM1 yang kini berkembang di sebagian besar di negara-negara belahan dunia.
Gusti Ketut Riksa yang telah melatih lebih dari 6.000 petani dari berbagai daerah di Indonesia tentang pertanian organik berbasis teknologi EM, bahkan hingga sekarang terus berkesinambungan. Degradasi pertanian disebabkan menurunnya tingkat kesuburan tanah, baik secara kimiawi fisik maupun biologi tanah. Tanah kurus menyebabkan produksi rendah dan petani tidak tertarik menekuni profesi tertua di dunia ini.
Untuk mengembalikan kesuburan lahan pertanian dan mempertahankan keberadaan organisasi pengairan tradisional dalam bidang pertanian (subak) yang diwarisi masyarakat Bali secara turun temurun dengan alternatif merubah pertanian kimia menjadi pertanian akrab lingkungan yakni pertanian organik berbasis teknologi EM yang telah dikembangkan oleh pelopor pertanian organik Indonesia, Ngurah Wididana sejak tahun 1990 atau 33 tahun yang silam, tutur Gusti Ketut Riksa.
Ia menambahkan, dengan pemupukan menggunakan pupuk bokashi dan bukan sekedar kompos apalagi hanya dengan NPK. Dengan teknologi Effective Microorganisms (EM) petani dan masyarakat luas dapat membuat pupuk Bokashi dalam jumlah besar yang murah dan cepat.
Dengan demikian dapat mempercepat revitalisasi kesuburan lahan sawah. Pengalaman membutktikan pemupukan dengan bokashi 10 ton per hektar pasca tiga kali panen padi, pematang sawah sudah harus dinaikkan, karena dilahan olah tanahnya mengembang dan gembur.
Gusti Ketut Riksa menambahkan, kandungan bahan organik dan rongga udara tanah meningkat sekitar 50 persen dari volume tanah total. Volume sebesar 50 persen itulah sebagai ruang udara dan ruang air. Akar tanaman beserta biota tanah bila bernafas dan hidup lebih baik, tanah lebih banyak memegang air.
Semakin banyak tersedia bahan organik untuk didekomposisi biota tanah, semakin banyak pula kandungan nutrisi tanah dan tanah menjadi lebih kuat dan lebih banyak dapat memegang air, ujar Gusti Riksa.https://linktr.ee/em4