Seorang pekerja sedang melarutkan EM sebelum diaplikasikan pada limbah.

Oleh: Ketut Sutika
Gedung Perpustakaan Gushikawa, Okinawa, Jepang setiap hari kerja mendapat kunjungan lebih dari 500 orang dan Sabtu-Minggu hanya sekitar 100 orang menjadikan air limbah di peturasan (toilet) dan air pembuangan lainnya menimbulkan bau dan pulusi.
Upaya untuk mengurangi masalah polusi air dilakukan dengan memberikan sentuhan Effective Microorganisme (EM) yakni teknologi yang mudah, murah, hemat energi, ramah lingkungan dan berkelanjutan hasil temuan Prof. Dr. Teruo Higa, guru besar University of The Ryukyus Okinawa, Jepang.

Di gedung fasilitas umum yang ramai pengunjung itu terdapat tiga tangki, yakni tangki penampungan pertama, tangki perlakuan EM dan tangki terakhir yang mengumpulkan air limbah yang disaring. Penelitian tersebut dilakukan oleh A. Okuda dan T Higa dengan mengambil sampel air limbah dari tempat penampungannya, yaitu air limbah tanpa perlakuan EM dan air limbah dengan perlakuan EM seperti yang diungkapkan Direktur Utama PT Songgolangit Persada, Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr.

Sosok pria enerjik kelahiran Desa Bengkel, Busungbiu, Buleleng, alumnus Faculty Agriculture University of The Ryukyus Okinawa, Jepang, sekaligus agen tunggal untuk memproduksi dan menjual EM4 pertanian, EM4 perikanan, EM4 peternakan dan EM4 limbah untuk mengatasi perncemaran di Indonesia yang mendapat lisensi dari EMRO Jepang.
Ia menjelaskan, parameter yang diuji adalah Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Suspended Solid (SS), total kandungan Nitrogen dan Phospat dalam air. 

Semakin tinggi parameter yang diuji tersebut ditemukan pada air limbah berarti air tersebut dalam kondisi tercemar. Penelitian selanjutnya dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh air limbah dengan dan tanpa perlakuan EM terhadap pertumbuhan tanaman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH air pada tangki pertama (penampungan), kedua (perlakuan EM) dan ketiga (penyaringan) tidak berbeda, yakni pH-nya berturut-turut: 7,63; 7,0; 7,08.  Parameter yang sangat berbeda adalah pada BOD, COD dan SS (dalam ukuran ppm). 

Perlakuan EM menurunkan BOD dari 104,5 menjadi 6,9 dan setelah air limbahnya disaring menjadi 1,8. Perlakuan EM menurunkan COD dari 34,1 menjadi 27,0 dan setelah air limbahnya disaring menjadi 9. Sentuhan EM menurunkan SS dari 91,08 menjadi 5,17 dan setelah airnya disaring menjadi 2,56. Pemanfaatan EM juga mampu menurunkan kandungan Nitrogen air dari 58,74 menjadi 21,11 dan setelah airnya disaring menjadi 6,89. EM juga dapat menurunkan kandungan phospat dari 17,86 menjadi 8,00 dan setelah airnya disaring menjadi 3,11.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa, perlakuan EM pada air limbah dapat meningkatkan kualitas air, menurunkan toksik (racun) yang ada di air limbah, yaitu parameter BOD, COD, SS, nitrogen dan phospat di dalam air limbah menjadi menurun. Penyaringan air juga meningkatkan kualitas air limbah.

Pengaruh EM terhadap limbah
Dr. Wididana yang juga pelopor pertanian organik Indonesia menjelaskan, penelitian selanjutnya terdapat empat jenis perlakuan, yakni air limbah tanpa perlakuan EM, air limbah dengan perlakuan EM, air keran dengan EM Ceramic dan air keran saja. 
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh EM terhadap air limbah dan bagaimana pengaruh EM Ceramic terhadap air keran. 

Perlakuan air limbah dan air keran disiramkan pada tanaman timun di dalam pot. Parameter yang diuji adalah jumlah tanaman yang hidup, kandungan vitamin C, kandungan klorofil, pengurangan Alfa Naphthyl Amine (zat beracun dalam air limbah).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman timun lebih banyak yang hidup perlakuan EM (11 pohon) dan EM Ceramic (12 pohon) dibandingkan dengan tanpa perlakuan EM (10 pohon).  Jumlah daun timun perlakuan EM (9,67), pada perlakuan EM Ceramic (9,60) pada tanpa perlakuan EM (8,55). 

Berat tanaman timun (gram ) pada perlakuan EM (4,08), pada perlakuan EM Ceramic (4,03), pada tanpa perlakuan EM (3,17).
Kandungan vitamin C pada buah timun (mg/100g berat kering) diuji, dengan hasil sebagai berikut air limbah tanpa perlakuan (152); air limbah dengan perlakuan EM (171); air keran dengan EM Ceramic (79); air keran (67). Kandungan klorofil per gram daun kering diuji dengan hasil sebagai berikut, air limbah tanpa perlakuan EM (1263); air limbah dengan perlakuan EM (1041); air keran dengan perlakuan EM (1101); air keran (1086).

Penurunan Alpha Naphthyl Amine (g/g/hr)  terjadi pada perlakuan EM dan EM Ceramic. Secara berturut-turut, yaitu: air limbah tanpa perlakuan EM (0,37); air limbah dengan perlakuan EM (0,85); air keran dengan EM Ceramic (0,71); air keran (0,68).
Penelitian menyimpulkan bahwa, kualitas air meningkat karena perlakuan EM pada air limbah dan perlakuan EM Ceramic pada air keran, yang diperlihatkan dari parameter pengurangan Alpha Naphthyl Amine, dan tanaman timun yang hidup, kandungan vitamin C, klorofil, jumlah daun tanaman dan berat kering tanaman.

Lumpur limbah
Dr. Wididana yang juga pakar pertanian organik Indonesia menjelaskan, air limbah yang keluar dari saluran pembuangan perpustakaan Gushikawa, Okinawa, ditampung dan diolah di dalam bak penampungan dengan EM. Endapan air limbah itu disebut lumpur limbah (sewage sludge), jika tidak diolah dengan baik akan menimbulkan polusi dan bersifat racun. Penelitian selanjutnya dilakukan dengan menggunakan lumpur limbah sebagai pupuk organik dengan menggunakan EM, yang dicobakan pada tanaman tomat di dalam pot, dilakukan oleh A. Okuda dan T. Higa.

Penelitian bertujuan mengetahui bagaimana pengaruh perlakuan EM terhadap lumpur limbah untuk pupuk organik pada tanaman tomat.
Kegiatan penelitian dilakukan dengan lima perlakuan penambahan lumpur limbah per pot, yakni penambahan 500 gram tanpa EM, penambahan 500 gram dengan EM, penambahan 1 kg tanpa EM, penambahan 1 kg dengan EM dan kontrol, tanpa penambahan (tanah saja).

 Parameter pertumbuhan tanaman yang diukur adalah tinggi tanaman, jumlah daun per tanaman dan berat basah daun per tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, perlakuan tanaman pada kontrol (tanah saja), tanaman tumbuh normal (lebih sehat) dibandingkan dengan perlakuan pada 500 gram dan 1 kg endapan lumpur.   

Sebaliknya, dengan perlakuan endapan lumpur dan EM, tanaman menjadi lebih bagus pertumbuhannya. Perlakuan yang paling bagus adalah pemberian 1 kg endapan lumpur dan EM (tinggi tanaman 32,7 cm jumlah daun 9,4 dan berat basah daun 4,6 g). Dan pertumbuhan tanaman yang paling buruk adalah pada perlakuan 1 kg endapan lumpur tanpa EM (tinggi tanaman 11,6 cm; jumlah daun 5,1; berat basah daun 1,6 g)

Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa perlakuan EM dapat meningkatkan kualitas air limbah dan limbah lumpur padat, dan limbah tersebut memiliki potensi untuk digunakan sebagai pupuk organik.https://linktr.ee/em4

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini