Oleh: Ir. I Gusti Ketut Riksa *)
Kita memiliki pengalaman yang patut diingat yakni tentang penerapan teknologi dibidang petanian yakni antara pertanian yang berbasis kimia dan atau pertanian organik. Sampai dengan tahun 1970 kita melaksanakan teknologi organik namun dapat dikatakan organiknya adalah organik tradisional tanpa adanya inovasi baru yang berarti. Bertahun-tahun kita melaksanakan teknologi tradisional akibatnya kita selalu impor beras dari negara-negara donor.
Melihat kenyataan ini ditahun 1970 disaat mulainya ordebaru kita mulai menerapkan teknologi kimia dengan berguru ke IRRI (Internationale Rise Research Institute) Diawal penerapannya kita sempat mengenyam keberhasilan teknologi ini karena produktifitas lahan pertanian terus mengalami peningkatan dan ahirnya ditahun 1984 kita mampu swasebada beras.
Disaat telah terbuktinya pencapaian swasembada beras, semua pihak mengidolakan pertanian berbasis kimia, dan berhasil mengantarkan Pak Harto (Presiden II Indonesia) menjadi Bapak Pembangunan. Teknologi ini menggunakan barmacam-macam rancang bangun dan rekayasa sosial yang semuanya berjalan lancar karena didukung oleh semua pihak, antara lain mulai adanya pengangkatan PPL dan PPS sebanyak yang dibutuhkan, dibangunnya BPP disetiap Kecamatan, ditingkat pusat dibentuk Badan Pengendali Bimas, ditingkat daerah dibentuk Badan Pelaksana Bimas, dilapang dibentuk WILKEL (wilayah kelopok).
Saat itu juga BUUD (Badan Usaha Unit Desa) dirubah menjadi KUD (Koperasi Unit Desa) dan kemajuannya dipaksakan melalui lomba-lumba antar KUD, disertai juga dengan pembentukan BRI unit Desa, BULOG/DOLOG, Siaran Pedesaan, KELOMPEN CAPIR (Kelopok Pendengar Pembaca dan Pemirsa) Lembaga lembaga itu dibentuk semata-mata untuk mempermudah penyuluhan danpelayanan kebutuhan petani seperti kredit, sarana dan prasarana pertanian.
Setelah pencapaian swaseembada (14 tahun) sejak dimulainya pertanian kimia, peningkatan produksi mulai seret. Digalakkan lagi penggunaan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dengan berbagai merek dagang bermacam-macam petisida. Ahirnya Sebutan BIMAS dirubah menjadi INMAS, INMAS PLUS, dan INMAS PLUS-PLUS. Tergantung dari lengkap tidaknya komponen teknologi produksi yang diterapkan.
Setelah puluhan tahun menerapkan teknologi kimia, kandungan bahan organik tanah turun drastis, tanah menjadi keras, solum tanah menipis, tidak lagi kuat memegang air, hama dan penyakit meraja lela ahirnya produktifitaspun ikut menurun. Belakangan baru diketahui bahwa penerapan teknologi kimia harus dibarengi dengan penggunaan pupuk organik, tanpa pupuk organik penerapan pupuk kimia lambat atau cepat akan bermasalah.
Data dari Departemen Pertanian mengimformasikan bahwa: Sampai dengan 1988 sebanyak 500 spesies serangga kebal pestisida, 504 Arthropoda tahan pestisida, pada tahun 1995 sebanyak 2 juta orang keracunan diantaranya 40.000 meninggal dan rata-rata didunia sebanyak 200.000 oramg meninggal setiap tahun. Peluang ekspor juga mengalami hambatan, banyak komoditi ekspor yang ditolak.
Dari departemen perkebunan diperoleh data bahwa kopi kita ditolak di Jepang karena mengandung Carbaryl yang melampaui batas toleransi, demikian juga tembakau ditolak di Eropa karena mengandung Carbendozim, Thiofanat,metyl dan glyphosat, minyak sawit kita ditolak di Spanyol karena mengandung dioksin. Kakao ditolak Jepang karena mengandung residu 2,4D. Kayumanis di Yunani kerena mengandung serangga dan kapang, Pala dan lada karena mengandung Alfatoksin dan teh di Eropa karena mengandung antra quinon. Di banyak negara telah melindungi barang-barang masuk kenegaranya dengan melaksakan HACCP (Hazard analysis critical control point).
Kesimpulan dari pembicaraan diatas ialah dalam memilih alternatif teknologi hendaknya harus hati-hati karena bila salah pilih risikonya sangat besar dan berkepanjangan. Saya berpendapat bahwa dialam ini yang berlaku adalah hukum alam; segala sesuatu yang tidak sesuai dengan hukum alam akan mendatangkan kerugian ditempat lain dan kerugian itu lebih besar dari perolehan sebelumnya.
*)Staf Ahli PT Songgolangit Persada dan Instruktur Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) Bali.