Seorang pekerja sedang membersihkan gulma pada tanaman cabai dikawasan Renon, Denpasar.

Pertanian organik berkelanjutan  mampu menghasilkan bahan pangan berproduksi tinggi secara berkesinambungan, baik kualitas maupun kuantitas, yakni panen secara berlanjut tanpa pernah gagal panen.

Namun pengaruh iklim yang ekstrim, seperti kurangnya air irigasi, kekeringan, banjir atau terlalu panas terpapar matahari, dan ngin, adalah penyebab di luar kemampuan manusia, yang mengakibatkan  terjadinya gagal panen.

“Penyebab yang bisa diatur manusia dalam pertanian organik berkelanjutan adalah mengatur kesuburan tanah dengan memberi bahan organik yang cukup, dan menggunakan teknologi Effective Microorganisms (EM)” tutur Direktur Utama PT Songgolangit Persada, Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr.

Alumnus  Faculty Agriculture University of The Ryukyus Okinawa, Jepang  itu  adalah pakar  dan pelopor pertanian organik di Indonesia menjelaskan,  ada faktor pendukung lainnya terhadap pertanian berkelanjutan yakni penerapan teknologi budidaya yang tepat, seperti penggunaan bibit, pengaturan jarak tanam, pengendalian hama terpadu, pergiliran tanaman dan pemupukan yang tepat.

Penggunaan teknologi EM berfokus pada upaya memperbaiki kualitas kesuburan tanah secara biologis, yakni tumbuhnya  mikro organisme tanah yang menguntungkan, yang akan berpengaruh terhadap peningkatan kesuburan tanah secara kimia (unsur hara menjadi tersedia) dan fisika , tanah menjadi gembur dan lapisan olah tanah menjadi lebih dalam.

Penelitian tentang penggunaan EM dan bahan organik pada berbagai jenis tanaman, seperti sayur mayur, kacang-kacangan, dan biji-bijian, di berbagai jenis tanah di banyak negara menunjukkan  produksi tanaman dapat meningkat dan tanah menjadi subur.

Demikian pula praktik petani di berbagai negara yang telah menerapkan teknologi EM dan penambahan bahan organik ke dalam tanah untuk menyuburkan tanah dan menghasilkan produk pertanian yang berkelanjutan.

Secara teori Prof. Teruo Higa menjelaskan, EM bekerja di dalam tanah dengan cara menguraikan bahan organik menjadi unsur hara organik yang tersedia bagi tanaman, penyerapan akar menjadi efisien, pertumbuhan akan menjadi lebih subur dan lebih dalam, serta perkembangan hama dan penyakit di dalam tanah menjadi berkurang.

Hal itulah yang mengakibatkan penggunaan Teknologi EM dan bahan organik mampu menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dan berkelanjutan.

EM dan Bahan Organik

Dr. Wididana yang juga akademisi  Universitas Nasional Jakarta  itu menjelaskan , tujuan menerapkan pertanian organik  bukan saja untuk menghasilkan produk-produk pertanian yang sehat, bebas polusi, bebas residu kimia obat pertanian,  juga tanaman mampu berproduksi tinggi  memenuhi kebutuhan manusia akan bahan pangan.

Oleh sebab itu pertanian organik yang diterapkan harus  menggunakan teknologi untuk meningkatkan produktivitas tanaman, menyuburkan tanah, dan menyediakan nutrisi bagi tanaman, sekaligus dapat menghilangkan polusi kimia di dalam tanah.

Prof. Dr. Teruo Higa mengusulkan penerapan mikroorganisme yang menguntungkan itu  disebut dengan Effective Microorganisms (EM) untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas pertanian organik   sejak 1980, atau  43 tahun yang silam.

Pertanian organik dengan Teknologi EM  dapat: menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia,  menguntungkan secara ekonomis dan spriritual bagi petani dan konsumen menghasilkan produk pertanian yang berkelanjutan,  menghasilkan bahan makanan yang cukup untuk penduduk dunia yang  jumlahnya semakin  bertambah.

Teknologi EM yang diterapkan bersama dengan memberikan bahan organik ke dalam tanah untuk menyuburkan tanah, menyediakan unsur hara bagi tanaman, menyehatkan tanah dan tanaman, Tanah pertanian mengalami penurunan kesuburan dan kerusakan lingkungan karena erosi tanah, seperti banjir dan longsor, penurunan bahan organik tanah, penumpukan limbah dari aktivitas manusia seperti sampah kota dan limbah industri,.

Demikian pula akibat penggunaan bahan bakar fosil untuk industri, penumpukan gas methane dari tanah sawah dan CO2 dari peternakan sapi, serta penebangan hutan yang mengakibatkan efek pemanasan global, dan kerusakan lingkungan.

Untuk itu EM dapat bekerja di dalam tanah guna  menguraikan polutan di dalam tanah dan air tanah menjadi zat-zat/ molekul kimia- organik yang tidak beracun. EM memiliki daya kerja zymogenik (fermentasi) dan sintesa (membentuk kembali) zat- molekul yang beracun menjadi berguna bagi tanaman dan lingkungan, sehingga ekosistim di dalam tanah menjadi sehat dan berkualitas.

EM bekerja memfermentasi bahan organik menjadi pupuk organik, sehingga tanah menjadi subur, sehat dan lingkungan menjadi lestari, dan tanaman mampu berproduksi optimal, karena ekosistim pertanian yang sangat mendukung.

Kekuatan  Bakteri Fotosintetik

Sementara Staf Ahli PT Songgolangit Persada, Ir. I Gusti Ketut Riksa yang juga instruktur EM pada Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) Bali menjelaskan, inti dari kekuatan EM terletak pada bakteri fotosintetik, bakteri yang lebih dikenal sebagai bakteri  abadi tahan hidup pada suhu di atas 1000 derajat celsius.

Hidup bakteri ini menyintese zat-zat yang berbahaya seperti H2S, methan, amoniak dan lain-lain, bahkan bakteri  fotosintese belakangan diketahui dapat menekan racun-racun kimia, limbah industri, logam berat, oksigen bebas dan radiasi nuklir.

Setelah EM diberi bahan organik berupa bagian-bagian tanaman herbal dan kotoran (kencing hewan) lalu difermentasi hasilknya berupa biopestisida, biofungisida dan biobakterisida.

Bahkan biodesinfektan yang tidak berbahaya bagi  kesehaan manusia, sekaligus sebagai agen pelestarian lingkungan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal pemilihan semua bahan untuk membuat yang serba bio tersebut harus tepat jenis, cara dan tepat waktu fermentasi.

Prof. Dr. Teruo Higa, guru besar bidang hortikultura University of The Ryukyus Okinawa, Jepang  berhasil menemukan teknologi EM tahun 1980 melalui hasil penelitian selam 12 tahun berujung pada misi besar untuk melestarikan lingkungan.

EM adalah teknologi yang mudah, murah, hemat energi, ramah lingkungan dan berkelanjutan telah diterapkan oleh ratusan negara di belahan dunia, termasuk Indonesia.

Prof. Teruo Higa meneliti kelompok bakteri yang berguna dengan tujuan untuk memelihara dan mengembangkan agar mampu hidup bersaing dan menang melawan kelompok yang merugikan. Bakteri tersebut juga mampu membuat nutrisi atau zat-zat bioaktif yang diperlukan oleh semua makluk hidup. Untuk itu dipilih  mikroba berdasarkan dampaknya terhadap kesehatan manusia dan kesehatan lahan pertanian.

Kelompok pertama yang berguna sekaligus sebagai sahabat manusia, kelompok ini dikumpulkan Prof Higa yang berasal dari lima kelompok, sepuluh genus dan jumlahnya sekitar 80 spesies dalam sebuah formula yang disebut EM.

Kelima kelompok tersebut meliputi bakteri asam laktat, actinomycetes, fotosintetik, ragi dan cendawan fermentasi. Kelompok kedua berupa mikroba merugikan yang lebih dikenal dengan sebutan pathogen dan kelompok ketiga berupa mikroba yang bersifat netral.

Dari ketiga kelompok bakteri tersebut Prof Higa menitikberatkan perhatian penelitian pada kelompok pertama. Mikroba yang berguna bekerja berdasarkan proses fermentasi dengan  hasil de-ion seperti glukosa, ahkohol, ester, asam amino, asam nukleat, hormon, enzim dan anioksi.

Sebaliknya mikroba yang merugikan sebagai bakteri pembusuk yang dinamakan ion seperti natrium (Na), kalium (K), magnesium, cloor (CI), ferum (Fe(, zilkum (Zn) dan cuprum (Cu), tutur Gusti Ketut Riksa. https://linktr.ee/em4

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini