
Dalam rangkaian kunjungannya ke Jepang, Direktur Utama PT Songgolangit Persada (SLP), Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr., menyempatkan diri mengunjungi Amrita Farm, sebuah kebun tomat organik yang dikembangkan dengan teknologi Effective Microorganisms (EM) di Niseko Machi, Hokkaido. Amrita Farm dikelola oleh pasangan petani inspiratif, Asae San dan Nori San.
Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan antara Dr. Wididana dengan Asae San dan Nori San pada seminar EM Universal Village di Okinawa, September 2024 lalu. Saat itu, Dr. Wididana yang juga dikenal sebagai pendiri EM Indonesia, terkesan dengan keberhasilan mereka menerapkan teknologi EM dalam pertanian organik, khususnya pada tanaman tomat.
“Pertemuan saya dengan Asae San dan Nori San di Okinawa sangat berkesan. Keberhasilan mereka mengembangkan usaha tomat organik dengan teknologi EM membuat saya bertekad untuk mengunjungi langsung kebunnya tahun ini,” ujar Wididana.
Didampingi oleh istri tercinta, Komang Dyah Setuti, dan putra bungsunya, Pandu Kumara Wididana, perjalanan menuju Niseko Machi dari Sapporo ditempuh selama dua jam melalui jalur tol yang membelah kebun, sawah, dan hutan.
Menariknya, supir yang mengantar mereka, Kijima San, sempat heran mengapa tamunya lebih memilih mengunjungi kebun tomat daripada berwisata alam seperti berendam di onsen, mendaki gunung, atau bermain ski.
“Saya jelaskan bahwa tujuan saya adalah melihat langsung penerapan teknologi EM yang dikembangkan Prof. Higa, bukan hanya melihat hasilnya, tapi juga mencicipi tomatnya langsung dari kebun, dan berdiskusi dengan petani-petaninya,” kata Wididana, alumnus Fakultas Pertanian Universitas Udayana dan University of the Ryukyus, Okinawa.
Amrita Farm memiliki lima rumah plastik besar yang dipenuhi tanaman tomat organik siap panen. Tomat-tomat tersebut dijual langsung di toko kecil di samping kebun, dan menarik banyak pengunjung dari dalam maupun luar kota. Varietas utama yang dibudidayakan adalah tomat Momotaro yang berwarna merah segar dan berukuran sedang, mirip buah apel.
Inovasi menarik lainnya adalah “salt tomato”, tomat mini berasa manis dengan sentuhan asin yang unik. Tomat ini ditanam dalam polibag dengan pemberian larutan EM dan garam laut secara terkontrol, menghasilkan produk premium dengan harga hingga 1.000 yen per kilogram atau sekitar Rp100.000.
“Produk tomat asin organik ini bahkan memiliki nilai jual tiga kali lipat dari tomat biasa,” ujar Wididana. “Saya melihat langsung bagaimana teknologi EM diterapkan dengan kreativitas tinggi di lahan terbatas namun produktif.”
Lebih dari sekadar kunjungan, pengalaman ini memberikan suntikan semangat baru bagi Dr. Wididana untuk terus mengembangkan pertanian berbasis teknologi EM di Indonesia.
“Amrita Farm memberi saya ilmu, inspirasi, dan semangat baru untuk terus berjuang membangun pertanian organik yang sehat, produktif, dan berkelanjutan. Semangat membara dari Niseko Machi menular ke dada saya untuk melatih lebih banyak petani Indonesia agar lebih mantap menggunakan teknologi EM,” tutupnya.
Dengan semangat baru yang dibawa pulang dari Jepang, Dr. Wididana berkomitmen memperkuat edukasi dan pendampingan petani lokal agar pertanian organik bukan hanya menjadi gaya hidup sehat, tetapi juga peluang ekonomi masa depan.https://linktr.ee/em4