Seorang Pakar dan Pelopor Pertanian Organik Indonesia, Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr menegaskan, konsep memajukan pembangunan pertanian dengan eksploitasi sekarang harus dirubah, seiring kesadaran, pemahaman mencintai lingkungan, kesehatan dan hemat energi.
“Semuanya itu bermuara untuk mampu mewujudkan kehidupan yang harmonis, serasi dan hidup berdampingan satu sama lain, saling memberi dan bahagia dalam lingkaran ekosistim yang sehat dan lestari,” kata Dr. Wididana, Direktur Utama PT Songgolangit Persada dan alumnus Program Pasca Sarjana (S-2) Faculty Agriculture University of The Ryuk Okinawa, Jepang (1987-1990).
Salah seorang putra terbaik Bali itu adalah agen tunggal di Indonesia yang memproduksi dan memasarkan pupuk hayati Effective Microorganisms 4 (EM4) pertanian, EM4 peternakan, EM4 perikanan, EM4 limbah dan EM4 toilet ke seluruh Nusantara, menekankan, manusia sebagai salah satu komponen makluk hidup dalam ekosistem itu sangat bijaksana, otaknya terus berpikir untuk berkreasi agar bisa selamat dari kepunahan bangsanya.
Upaya itu dilakukan dengan kembali mencintai alam, dirinya sendiri, mencintai sesamanya, saling berbagi, membuang egonya, bukan sebagai mahluk yang paling berkuasa di muka bumi, sehingga dia bisa mengeksploitasi alam untuk menghasilkan bahan pangan, dengan tetap menjaga dan memelihara lingkungan alam sekitarnya yang lestari.
“Sektor pertanian menjadi usus kehidupan manusia, karena tanpa usus yang terisi oleh makanan, manusia mati kelaparan dan punah. Dari usus yang sehat, kuat, penuh berisi makanan bergizi, manusia menjadi sehat, damai dan sejahtera,” kata Dr. Wididana yang sukses mengembangkan pertanian organik berbasis tanaman herbal berkhasiat obat seluas tujuh hektar di Bengkel, Buleleng sebagai bahan baku memproduksi obat-obatan tradisional.
Ia menjelaskan, sejarah perang dan penjajahan di atas bumi berawal dari perebutan sumber daya alam, salah satunya adalah perebutan bahan makanan, melalui penjajahan. Perebutan dan perluasan lahan untuk pertanian, perkebunan, dan eksploitasi sumber daya manusia, dengan kerja paksa untuk menanam tanaman tertentu, serta membuat agar petani tetap miskin, untuk mendapatkan buruh murah.
Sejarah penjajahan tersebut berlangsung sampai sekarang jejaknya dalam bentuk penjajahan baru, dengan menguasai perkebunan, hutan, pertanian luas oleh perusahaan multi nasional di negara negara miskin, untuk memproduksi bahan pangan, seperti jagung, kentang, kedelai, gandum, kelapa sawit, karet, dan kapas di berbagai negara. Hal itu dilakukan dengan mengeksploitasi alam, sekaligus meninggalkan kerusakan alam, akibat pencemaran lingkungan, kerusakanlingkungan, dan merusak kesehatan masyarakat.
“Belajar dari kesalahan eksploitasi alam dengan teknologi kimia, penguasaan kapital dalam pertanian, eksploitasi tanah dan bibit, penggunaan pupuk kimia dan pestisida berlebih, membuat produk pertanian berbiaya tinggi, masyarakat modern dipaksa dengan iklan untuk mengkonsumsi hasil eksploitasi produksi tanaman pangan, seperti jagung, kentang, kedelae, yang mereka tidak tahu dimana dan bagaimana proses produksinya, apakah menyehatkan atau menyakitkan, tapi rasanya enak, karena memakai bahan perasa, tahan lama karena memakai bahan pengawet,” tutur Dr. Wididana.
Keuntungan dari hasil eksploitasi produk pangan dinikmati oleh perusahaan multi nasional, dari penjualan bibit, pupuk kimia, pestisida, dan industri pengolahan. Dalam perjalanan lebih dari 100 tahun, terjadi perlombaan kekuatan pestisida kimia melawan penyakit tanaman dari golongan bakteri, jamur dan virus. Perlombaan membuat bibit tahan penyakit dan penyakit tanaman yang siap bermutasi menyakiti tanaman.
Hal itu dapat menyebabkan tanah semakin keras dan menyulitkan nutrisi mikro menjadi tidak tersedia bagi tanaman, bahkan petani memberantas gulma dengan herbisida, sehingga membuat tanah semakin keras, tanaman budidaya tumbuh merana.
Dengan demikian eksploitasi pertanian dengan teknologi kimia menghasilkan produk pertanian berbiaya tinggi, mencemari lingkungan, produk pertanian, kesehatan manusia terganggu dapat dihindari dengan mengintensifikan pertanian organik berbasis Teknologi Effective Microorganisms (EM) yang sudah diterapkan lebih dari 130 negera di belahan dunia, harap Dr. Wididana.https://linktr.ee/em4