Oleh: Mas Ruscitadewi *)
Hak dan kewajiban adalah dua hal yang sama dan setara
Seperti manusia yang berkeseimbangan jiwa-raga
Berbeda sekali dengan wayang dan bayang
Dimana bayang senantiasa mengikuti bentuk dan polah wayang.
Dalam wayang dan bayang, hak dan kewajiban itu seperti wayang dan cahaya, yang hanya terlihat indah dalam cahaya terang. Hak bisa menjadi wayang, kewajiban bisa menjadi cahaya, atau sebaliknya. Tak penting posisinya, tapi keberadaan keduanya, menciptakan bayang yang indah.
Sebagai pribadi yang nyata, manusia seringkali terjebak pada hak dan abai pada kewajiban. Sedangkan penguasa sebagai komunal yang tak nyata, pejabat lebih banyak terseret arus kewajiban dan lupa pada hak masyarakat.
Kebiasaan abai pada kewajiban terhadap kebersamaan (negara) dan melupakan hak personal (masyarakat) melahirkan keliaran dan penindasan, mencipta kekacauan.
Banyak orang yang tak bisa membedakan hak sebagai pribadi dan kewajiban sebagai bagian dari masyarakat (negara). Banyak pejabat tak bisa membedakan hak dan kewajiban sebagai diri pribadi dan sebagai pejabat publik.
Sebagai bagian dari masyarakat (negara) kita wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan kita berhak untuk mendapatkan pelayanan publik, tapi anehnya hak yang seharusnya kita dapatkan oleh oknum pejabat dengan pongah dirubah menjadi kewajiban.
Mengubah hak pribadi (masyarakat) menjadi kewajiban merupakan kesalahan krusial, yang menghancurkan dasar-dasar kesepakatan bernegara. Pemutarbalikan hak dan kewajiban ini biasa lihai dilakukan oleh orang-orang yang justru pada awalnya adalah pribadi-pribadi yang getol menuntut hak diri dan masyarakat.
Maka, agar tercipta bayang yang indah. Mari pahami hak dan kewajiban, sebagai pribadi dan institusi. Karena hanya wayang dan cahaya yang mencipta bayang. Yang bisa kita nikmati dengan riang.
*) Adalah Sastrawan dan Alumnus Program S-3 Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar