
Direktur Utama PT Songgolangit Persada (SLP), Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr, memaparkan pengalaman selama 35 tahun (1990-2025) mengembangkan teknologi Effective Microorganisms (EM) di Indonesia dalam Konferensi Internasional ke-3 “Enviromental and Food Safety for Human Welfare”.
“Sesuai dengan pesan Prof Dr Teruo Higa, penemu teknologi EM, saya mendapatkan mandat untuk mengembangkan teknologi EM di Indonesia dalam berbagai bidang,” kata Wididana saat menjadi narasumber dalam konferensi pertanian internasional yang dilaksanakan di Denpasar, Bali, pada 28-29 Oktober 2025.
Konferensi pertanian internasional yang dilaksanakan oleh Association of Indonesian Privat Higher Education in Agricultural Sciences (Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Bidang Ilmu Pertanian) ini menghadirkan sejumlah pembicara yang merupakan peneliti dari universitas di Tanah Air dan mancanegara (Jepang, Filipina, Malaysia dan Kamboja)
Wididana yang merupakan alumnus Program Pascasarjana Faculty of Agriculture, University of the Ryukyus, Okinawa, Jepang ini menjadi satu-satunya pemegang lisensi dari Prof Higa untuk mengembangkan teknologi EM di Indonesia.
Dalam konferensi internasional ini, Wididana menceritakan betapa perjuangannya yang cukup berat untuk awal-awalnya mengembangkan teknologi EM mulai tahun 1990. Dimulai dari hal kecil meneliti, kemudian mengedukasi, membuat usaha dan melalukan proses produksi dan pemasaran. “Memang butuh waktu dan proses yang cukup panjang awalnya, tetapi sekarang teknologi dan produk EM4 sudah diketahui oleh masyarakat luas, sudah dipraktikkan dan tersebar informasinya,” ucapnya bersemangat.
Meski perjuangan panjangnya telah berbuah manis, Wididana mengatakan pengembangan teknologi EM harus didukung oleh penelitian-penelitian di Indonesia, selain yang sudah dilakukan berbagai universitas di mancanegara. Di samping itu, praktik-praktik penggunaan EM4 oleh petani juga harus terus disebarluaskan.
“Teknologi EM4 inilah yang mampu menjawab tantangan yang dihadapi dunia pertanian saat ini. Melalui penggunaan teknologi EM, maka dengan input yang rendah, tetapi mampu memberikan produktivitas yang tinggi dan kualitas yang bagus,” tutur pria yang biasa disapa Pak Oles itu.
Menurut dia, dibutuhkan teknologi pertanian yang ramah lingkungan di tengah kondisi bumi yang sudah mengalami degradasi dari sisi kesuburan tanah yang menurun dan terbatasnya SDM yang mau bergerak di bidang pertanian. Dengan penggunaan teknologi pertanian, diharapkan dapat menghasilkan kesuburan tanah yang bagus, teknologi yang hemat air dan pupuk serta memberikan produktivitas yang tinggi.
“Melalui konferensi ini dapat membuka cakrawala baru saya untuk bertemu dengan rekan-rekan peneliti dari berbagai universitas,” kata Wididana.
Sementara itu, Ketua APTISIPI Dr Ir Paristiyanti Nuswardani, M.P mengatakan melalui konferensi internasional tersebut ingin dicari terobosan-terobosan untuk mendukung ketahanan pangan di Indonesia.
“Kegiatan ini juga bertujuan untuk melakukan kegiatan pencarian solusi berbasis pengabdian kepada masyarakat dengan memberikan berbagai macam dukungan dari lokal, nasional, maupun global,” katanya.
Oleh sebab itu, dalam konferensi internasional ini mengundang berbagai pemangku kepentingan terutama kolaborasi pentahelix yakni dari unsur akademisi, pelaku usaha, perwakilan pemerintah dan komunitas dan media.
“Pemerintah Indonesia selama ini telah memberikan perhatian sangat baik terhadap ketahanan pangan,” ujarnya diacara Konferensi Pertanian Internasional yang dihadiri sebanyak 60 peserta offline dan 60 peserta online via zoom.
Namun, diingatkan bahwa kebijakan dari atas tidak akan pernah memberikan manfaat di level akar rumput jika tidak pernah berkolaborasi secara lokal maupun global. Padahal banyak teknologi pertanian yang bisa diadopsi di Indonesia berdasarkan hasil komunikasi dengan rekan-rekan dari Jepang, Malaysia, Kamboja, dan Filipina, dan perkumpulan industri di Asia Pasifik.
“Melalui pertemuan ini, kami ingin meminta tolong pada mereka (peneliti) untuk memberikan informasi pada kami teknologi apa yang berlaku di sana sehingga ketahanan pangan kita dapat terjaga dengan baik. Seringkali kita dalam praktik itu inputnya banyak, namun outputnya sedikit,” katanya.
Melalui kesempatan ini, kita dapat saling belajar dan bertukar pengalaman yang baik, yang bisa diterapkan di Indonesia. Seperti halnya di Jepang produktivitas hasil pertanian sudah naik 2 kali lipat pada 15 tahun lalu. “Oleh karena itu, kita harus melakukan percepatan dalam kolaborasi lokal, global, dan nasional,” ucap Paristiyanti.https://linktr.ee/em4
