Oleh: Ir. I Gusti Ketut Riksa *)

Tentang makanan utama mengenai nilai gizi, dari berbagai literatur yang sebelumnya sudah saya ceritakan, terjadi penurunan kandungan nutrisi akibat intensif penggunaan pupuk dan pestisida kimia.

Bahkan produksinya malah ikut terpapar kimia berbahaya. Pertanyaan yang mungkin timbul ialah tentang pedoman pangan dan gizi yang disusun oleh lembaga pangan dan gizi. Timbul pertanyaan, apabila kita telah menerapkan pertanian organik akankah kembali kandungan nutrisinya seperti semula yakni dapat memberikan kesehatan kepada manusia lahir dan batin?. Tentang pertanyaan ini, para penelitilah yang akan menjawabnya lima puluh tahun mendatang setelah semua dari kita menerapkan pertanian organik.

Yang cukup menarik ialah tanaman konvensional yakni yang dipupuk dengan pupuk kimia, tanaman ini tidak mampu lagi membentuk antioksidan; sehingga tanaman ini mudah diserang oleh hama dan penyakit, sedangkan tanaman organik mengandung dua lebih banyak kandungan antioksidannya. Jika dibandingkan dengan tanaman konvensional. Tanaman konvensional masih bisa hidup disebabkan karena hamanya yang dibunuh dengan pestisida kimia, sebenarnya tanaman ini tidaklah kebal.

Pertanyaan yang timbul : apakah kita akan relatif bebas dari serangan hama dan panyakit setelah kita menerapkan pertanian organik?. Jawabannya: hama dan penyakit akan selalu ada, namun intensitasnya masih dalam keadaan terkendali, yakni tidak sampai menyebabka puso total, inilah yang dikenal bahwa petanian organik “pasti” berproduksi.

Tentang tanah dan air dapat disampaikan sebagai berikut (sbb). Melalui penerapan teknologi organik yang berbasis Effective Microorganisms 4 (EM-4) permeabilitas tanah mengalami perubahan. Tanah menjadi lebih gembur sehingga tidak terjadi “run off” di musim penghujan, ini dimaksudkan tidak terjadi erosi tanah bagian atas yang bersifat lebih subur karena peresapan air hujan ke dalam tanah akan menjadi lebih baik. Disamping itu kemampuan tanah untuk memegang air lebih kuat, hal ini sangat penting pada saat bertanam di musim kemarau karena penggunaan air menjadi lebih hemat.

Pada saat saya sebagai Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bangli, kami mengikuti lomba insus jagung. Lomba ini dilaksanakan pada musim kemarau. Banyak kabupaten yang membatalkan lombanya karena tanaman jagungnya mati kekeringan, namun jagung kami mampu bertahan hidup dan berbuah kerena kami menerapkan pertanian organik yang berbasis EM-4, memupuknya dengan menggunakan pupuk bokashi padat dan mengocornya dengan pupuk bokashi cair.

*) Staf Ahli PT Songgolangit Persada dan Instruktur Effective Microorganisme (EM4) pada Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) Bali yang melatih generasi milenial tentang pertanian organik berbasis EM4.https://linktr.ee/em4

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini