
Direktur Utama PT Karya Pak Oles Group, Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr., menegaskan bahwa kecanggihan teknologi seperti kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah membawa perubahan besar dalam dunia akuntansi. Namun demikian, ia menekankan pentingnya sisi humanisme agar profesi ini tetap memberi manfaat nyata bagi kemanusiaan.
Hal itu disampaikannya saat menjadi pembicara utama dalam Talkshow Akuntansi Bicara Budaya Jilid 10 (ACARYA #10) yang diselenggarakan oleh Program Studi Akuntansi Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, belum lama ini.
Menjawab pertanyaan host mengenai apakah AI akan mengubah lanskap profesi akuntansi dan apakah teknologi ini mempermudah atau justru merumitkan integritas finansial, pria yang akrab disapa Pak Oles menyatakan, “Jadi lebih mudah kita bekerja, kita bisa gampang mengelompokkan jenis-jenis pengeluaran sesuai dengan tujuan, sesuai dengan alokasinya.”
Ia mengibaratkan pemanfaatan AI dalam akuntansi seperti teknologi dalam dunia kedokteran. “Dengan teknologi 3G atau 4G kita bisa melihat bayangan otak, jantung, paru-paru seseorang. Tapi tetap dokter yang memutuskan langkah pengobatannya. Dalam akuntansi juga sama. AI hanya membantu menyediakan data cepat dan akurat. Tapi akuntanlah yang mengambil keputusan berdasarkan analisis tersebut,” jelasnya.
Menurutnya, meskipun AI mampu mengolah dan menganalisa data secara masif, akuntan tetap harus jeli memahami aspek-aspek non-teknis seperti kepentingan bisnis, sosial, budaya, lingkungan hingga politik.
“Akuntansi harus berbasis pada humanity, bukan sekadar angka, uang, atau produk. Manfaat dari humanisme itu yang seharusnya menjadi dasar. Jadi akuntan bukan hanya pencatat transaksi, tapi juga mitra strategis pengusaha,” tegas alumnus University of The Ryukyus, Okinawa, Jepang tersebut.
Lebih lanjut, Pak Oles juga menekankan pentingnya peningkatan kemampuan personal bagi para akuntan. Ia menyebut akuntan masa kini harus memiliki multi skill seperti kemampuan komunikasi yang baik, penguasaan teknologi, hingga kemampuan berbahasa asing.
“Komunikasi sangat penting. Akuntan tidak cukup hanya jago angka, tapi juga harus bisa menjelaskan data secara menarik dan mudah dipahami. Di rapat-rapat pun harus bisa mengalir, tidak kaku. Ini butuh ilmu komunikasi,” ungkapnya.
Tak kalah penting, ia juga menyoroti pentingnya jiwa kepemimpinan dan integritas. “Akuntan jangan hanya jadi pengekor, tapi harus bisa jadi leader yang punya prinsip dan kejujuran. Kalau hanya mengikuti tanpa berpikir, bisa-bisa malah terjerumus dalam masalah hukum,” tandasnya.
Di akhir sesi, Pak Oles mengingatkan bahwa secanggih apapun teknologi, manusia tetap harus menjadi subjek, bukan objek. “Teknologi harus menjadi alat bantu. Jangan sampai kita justru menjadi budak dari keputusan-keputusan yang anti-humanisme,” tutupnya.linktr.ee/pakolescom