I Komang Edi Juliana (kiri) bersama Koentjoro Adijanto dalam podcast EM Indonesia Official.

I Komang Edi Juliana, petani muda dari Banjar Dinas Tamblingan, Desa Munduk, di lereng Bukit Lesung, Kabupaten Buleleng, yang lahir dan dibesarkan di keluarga petani, tertarik mengembangkan pertanian organik dan konsisten hingga sekarang.

Ketertarikan Juliana untuk fokus menekuni pertanian organik itu berawal dari munculnya persoalan penyakit yang muncul pada tanaman kubis-kubisan yang dikeluhkan petani setempat. Pemahaman pentingnya pertanian organik juga semakin mantap setelah mengikuti kegiatan workshop beberapa tahun silam, yang diisi pemaparan materi oleh Direktur Utama PT Songgolangit Persada (SLP) Dr. Ir. Gede Ngurah Wididana, M.Agr atau yang biasa disapa Pak Oles itu.

“Saya berterima kasih mendapatkan pemahaman lebih mengenai pertanian organik dan subak dari Pak Oles. Beliau adalah guru saya, semenjak itu saya sangat tertarik mengembangkan pertanian organik, terutama di wilayah Banjar Dinas Tamblingan, Desa Munduk, Buleleng,” ujarnya saat menjadi narasumber dalam acara podcast EM Indonesia Official dengan presenter Koentjoro Adijanto belum lama ini.

Edi Juliana menuturkan, saat sejumlah tanaman kubis-kubisan di desanya dilanda penyakit, para petani menitipkan pesan kalau dirinya bersekolah di sekolah pertanian, agar nantinya bisa mencari solusi atas persoalan tersebut.

Selain menimba ilmu di sekolah pertanian, ia sangat berterima kasih karena telah diperkenalkan dengan teknologi Effective Microorganisms 4 (EM4). Menurut Edi, penyebab munculnya penyakit kubis-kubisan kala itu karena telah terjadi degradasi atau berkurangnya kesuburan lahan.

“Kesuburan tanah di lahan tertentu, sekian tahun akan hanyut dan hilang kesuburannya. Oleh karena itu, harus dikembalikan kesuburannya dengan aneka bahan organik dan itu terkandung pada EM4,” katanya.

Teknologi EM4 adalah teknologi budidaya pertanian untuk meningkatkan kesehatan dan kesuburan tanah dan tanaman, dengan menggunakan mikroorganisme yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. EM4 merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan yang berasal dari alam Indonesia, bermanfaat bagi kesuburan tanah, pertumbuhanan dan produksi tanaman serta ramah lingkungan.

Teknologi EM4 ditemukan pertama kali oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, Okinawa, Jepang, dan telah diterapkan secara luas di negara-negara lain di seluruh dunia.

EM4 mengandung mikroorganisme fermentasi dan sintetik yang terdiri dari bakteri Asam Laktat (Lactobacillus Sp), Bakteri Fotosintetik (Rhodopseudomonas Sp),Actinomycetes Sp, Streptomyces SP dan Yeast (ragi) dan Jamur pengurai selulose, untuk memfermentasi bahan organik tanah menjadi senyawa organik yang mudah diserap oleh akar tanaman.

“Ketika saya memperkenalkan teknologi EM4 yang sudah diaktifkan ke petani, awalnya mereka susah diajak menjadi pelopor. Istilah Balinya “meboya”, masak bisa? Akhirnya saya menjadikan kebun sendiri sebagai kebun percobaan, sampai bapak saya sendiri marah,” kenang Edi Juliana.

Pria yang menyukai tantangan ini mengaku tidak mengharapkan percobaannya selalu berhasil. Ketika percobaannya gagal, maka dirinya akan mencoba untuk menggali lagi apa penyebabnya. “Saya suka tantangan, saya sering dikatakan baru seumur jagung bisa apa? Tetapi saya tidak menyerah, itu saya jadikan pemantik demi pertanian Bali yang lebih baik, demi lahan Bali yang tidak berkurang dan meningkatkan minat generasi muda bertani. Saya terus bergerak sampai sekarang,” katanya.

Singkat cerita, setelah melalui proses panjang, ia membuat kompos organik yang dinamakan kompos Taring (Amerta Giri Lesung). Dengan kompos tersebut, ia ingin mengenalkan teknologi baru yang ramah lingkungan hidup, untuk mengatasi permasalahan pertanian di wilayahnya. Melalui kompos Taring, ia ingin memberikan solusi terbaik kepada petani khususnya pada masalah mahalnya harga pupuk kimia yang menyebabkan banyak petani sulit untuk bertani kembali.

“Saya suka pertanian organik, karena mengingatkan kita kembali melihat petani di masa lalu. Mereka fisiknya kuat, umurnya panjang. Saya pribadi ingin seperti itu. Sekarang mengapa ada banyak penyakit karena kesehatan tanah menurun, demikian pula kesejahteraan petani juga terus menurun. Salah satu penyebabnya, karena perubahan di sektor pertanian yang terjadi ugal-ugalan menggunakan berbagai bahan kimia,” ujar Edi Juliana.https://linktr.ee/em4

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini